Rabu, 13 Maret 2013

Habib Rizieq: Penafsiran Pancasila Tergantung Perawatnya

Bicara soal Pencasila memang penuh pertarungan. Ada kelompok yang memitoskannya, menganggapnya sebagai "agama" sekaligus dihadap-hadapkan dengan agama. Ini terjadi pada zaman orde baru.

Sementara ada kelompok lain yang bereaksi. Mereka menganggap Pancasila sebagai thagut, kufur, musyrik dan bukan ajaran Islam. Reaksi ini dinilai wajar sebab orang yang menjadikan Pancasila sebagai berhala juga sangat berlebihan.

"Pancasila itu kafir atau tidak kafir, jangan terpengaruh oleh opini lawan. Jangan terpengaruh terminologi lawan. Lihat bagaiman Pancasila lahir, bagaimana isinya. Kalau isinya bertentangan dengan syariat Islam, wajib ditolak. Jika isinya tidak bertentangan dengan Islam, tidak boleh seenaknya mengkafirkan," jelas Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab saat mengawali perbincangan dalam peluncuran buku "Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah" di Istora, Senayan, Jakarta, Kamis sore (7/3/2013).

Habib Rizieq lantas mengurai sila pertama dalam Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurutnya, di dunia ini tidak ada agama yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa kecuali Islam.

"Mana ada agama di luar Islam mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa?. Umat Kristen, dengan konsep trinitasnya apa mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa?," tanya Habib seraya menjelaskan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa maksudnya adalah Allah Swt saja.

Tafsir sila pertama Pancasila, ungkap Habib, sebenarnya tergantung perawatnya. Tergantung rezim yang berkuasa. Pada zaman orde lama, Pancasila dirawat oleh Soekarno yang pengagum Karl Marx. Karena itu sila pertama kemudian ditafsirkan supaya bisa menerima sosialisme.

Kemudian pada zaman orde baru, Pancasila dirawat oleh Soeharto seorang penganut kejawen, yang kehidupannya penuh mistik. Soeharto menafsirkan sila pertama juga untuk menguntungkan pemahamannya. Jika di zaman Soekarno melalui Pancasila lahir Partai Komunis Indonesia (PKI), maka di zaman Soeharto lahir aliran kebatinan (kepercayaan) yang disahkan oleh TAP MPR. Padahal kebatinan tidak masuk dalam Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kini, di era reformasi, era kebebasan, ternyata Pancasila ditafsirkan dengan selera liberal. Sebab kaum liberallah yang berkuasa. Sila pertama Pancasila ditafsirkan untuk melindungi aliran sesat.


Habib Rizieq mengingatkan, saat Insiden Monas tahun 2008 lalu, kelompok liberal membuat pengumuman di sejumlah media massa dengan mencatut Pancasila untuk melindungi aliran sesat Ahmadiyah.

"Persoalannya pada para penafsir. Berbeda lagi kalau besok Ketuhanan Yang Maha Esa itu dirawat oleh Presiden pro syariat. Tafsirnya beda saudara," ungkapnya.

Jika Pancasila dirawat oleh Presiden yang pro syariat, kata Habib, maka Ketuhanan Yang Maha Esa akan ditafsirkan bahwa kita harus tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Artinya negara tidak boleh membuat hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Sedangkan hukum Allah adalah hukum Islam.

"Ini bisa terjadi kalau negara ini direbut umat Islam. Kalau dipimpin yang pro komunis, kejawen, liberal, Pancasila akan jadi alat politik untuk dibenturkan kepada umat Islam," tandasnya.

Sumber : Suara-Islam.com

Kemana Arsip Pidato Tokoh Islam Saat Perumusan Dasar Negara?

Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) mempertanyakan kemana dokumentasi pidato para tokoh Islam saat sidang BPUPKI digelar tahun 1945. Sebab, semua pidato tokoh-tokoh sekuler, seperti Soekarno, Muhammad Yamin dan Mr Soepomo, hingga saat ini ada di Arsip Nasional sementara pidato tokoh-tokoh Islam tidak ada.

"Kenapa, siapa yang menghilangkan, siapa yang menyembunyikan?. Apakah itu di tangan seseorang yang belum dikeluarkan atau sudah dimusnahkan?", tanya Habib Rizieq saat meluncurkan buku "Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah" di Istora, Senayan, Jakarta, Kamis sore (7/3/2013). Menurutnya, ketiadaan dokumentasi ini membuat generasi sekarang buta terhadap sejarah.

Habib Rizieq mempertanyakan soal ini saat membahas soal sila pertama dalam Pancasila, yakni Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurutnya tidak benar bahwa sila tersebut adalah produk Bung Karno. Alasannya, sebelum Soekarno pidato dalam sidang BPUPKI itu, telah banyak tokoh yang berpidato, baik tokoh Islam maupun sekuler, yang semuanya mengusulkan dasar negara.

"Tapi sayang sejuta sayang, pidato tokoh-tokoh Islam sampai hari ini di Arsip Nasional tidak ada. Pidato Yamin ada, pidato Soepomo ada, pidato Soekarno ada. Kenapa pidato tokoh Islam tidak direkam, ngga dicacat, ngga dimuat?. Padahal dalam notulen rapat harus ada," tanya Habib dengan nada tinggi.

Kenapa Tak Dicatat?


Habib Rizieq lantas mengurai pidato dalam sidang BPUPKI tanggal 1 Juni 1945. Saat itu Yamin dan Soepomo menawarkan lima dasar negara. Soepomo menyebut Pancadharma. Sedangkan Yamin mengusulkan nama Lima Dasar Negara, tidak menggunakan istilah Sansekerta. Dalam sidang ini Soekarno berpidato terakhir. Sehingga dimungkinkan dia hanya melakukan resume dari pidato-pidato sebelumnya.

Dalam usulannya, ternyata Bung Karno menempatkan sila Ketuhanan pada sila kelima. Bukan sila pertama. Sementara Yamin dan Soepomo menempatkan sila Ketuhanan pada peringkat ketiga.

"Tak ada tokoh sekuler yang menempatkan sila Ketuhanan pada sila pertama. Itu pun mereka hanya menyebut Ketuhanan. Tidak ada embel-embel syariat atau Yang Maha Esa. Hanya Ketuhanan," jelas Habib.

Lalu bagaimana sila Ketuhanan bisa menempati sila pertama dalam Pancasila?. Inilah pertanyaan selanjutnya. 

"Alhamdulillah, dalam sidang BPUPKI, Bung Karno,Yamin, Soepomo, tidak mampu berdebat dengan para ulama kita," kata Habib Rizieq.

Tokoh-tokoh Islam yang dimaksud Habib rizieq yang berada di BPUPKI yang kemudian menjadi Panitia Sembilan itu antara lain KH. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakir, Abikoesno Tjokrosoejoso dan H. Agus Salim.

"Empat orang ini jenius, pintar, dan  ahli diplomatik. Mereka berdebat di BPUPKI melawan Bung Karno, Hatta, Yamin yang sekuler. Tokoh sekuler itu tak ada yang menang, sampai deadlock. Akhirnya dibentuk Panitia Sembilan, mereka debat lagi dengan kelompok sekuler. Hasilnya Ketuhanan naik jadi sila pertama," jelasnya.

Habib mengungkapkan, dokumentasi inilah yang hendak dicari  di Arsip Nasional. Sebab patut diduga, sebelum Soekarno pidato, tokoh-tokoh Islam sudah menawarkan terlebih dahulu lima dasar negara dengan sila pertamanya adalah Ketuhanan.

"Ini tidak ada rekamannya di Arsip Nasional. Kenapa, kok yang mencatat pidato tokoh-tokoh Islam ngga ada?. Ini pertanyaan sejarah, berarti ada yang ngga beres," pungkasnya. 


Sumber : Suara-Islam.com

Catatan bedah buku "Wawasan kebangsaan, Menuju NKRI Bersyari'ah"

Front Pembela Islam (FPI), untuk kedua kalinya kembali menggelar acara bedah buku karya Habib Rizieq Syihab berjudul “Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah”. Tidak tanggung-tanggung, bedah buku langsung dilakukan oleh sang penulis. Pada kesempatan tersebut Habib Rizieq mengungkap perlunya perubahan strategi perjuangan umat Islam di Indonesia.
Buku yang disarikan dari tesisnya yang berjudul ”Pengaruh Pancasila terhadap Penerapan Syariat Islam di Indonesia” dengan predikat cum laude itu mengukuhkan bahwa Pancasila yang menjadi dasar NKRI adalah islami.
 “Empat pilar negara yang disampaikan ketua MPR saya setuju. Karena pilarnya Pancasila, UUD 1945. Karena semuanya itu Islami. Pilarnya Pancasila dan UUD, fondasinya ya Islam,” tegasnya dalam bedah buku yang dihelat di Islamic Book Fair, Jakarta Kamis kemarin (7/3/2013).
 Menurut Habib Rizieq, sila pertama Ketuhanan Yang Maha Esa jelas bentuk pengakuan negara bahwa dasar dari NKRI adalah Islam. Sedangkan Pancasila yang dijalankan negara telah dibajak oleh ideologi pemimpin pada setiap rezim dengan cita rasa komunistik, liberal, dan kejawen.
“Ketuhanan Yang Maha Esa itu yang memiliki hanya Islam, tidak ada agama lain yang tuhannya Esa,” ucapnya. Ia berpendapat bahwa yang terjadi di Indonesia adalah perang terminologi (istilah) dan penafsiran terhadap Pancasila, sehingga menurutnya terminologi yang sesuai dengan Islam perlu disematkan kepada beberapa unsur negara. Ia pun meminta, istilah demokrasi diganti dengan Syuro dan menyuruh umat agar tidak lagi menyebut DPR sebagai parlemen. Tetapi, tetap menyebutnya sebagai DPR yang mengasosiasikan perwakilan syuro menurutnya. Dengan penyebutan itu diharapkan kelompok liberal dan sekuler tidak mengklain NKRI milik mereka.
“Jangan mau mengakui Pancasila sesuai penafsiran mereka, jangan lagi sebut ini negara Demokrasi, tetapi negara Syuro,” ujar Habib Rizieq. Dalam bedah buku berdurasi dua jam tersebut, Habib Rizieq memaparkan beberapa pendapat mengenai kriteria dan kategori tentang bagaimana suatu wilayah dikatakan sebagai negara Islam. Dalam keyakinannya, dari salah satu pendapat tersebut Indonesia termasuk negara Islam. Sehingga, ia menegaskan kembali bahwa sejatinya NKRI adalah Negara Islam, karena sebagian syariat sudah berlangsung terlaksana di negara Indonesia. Tanpa harus mengubah dasar negara, dia optimistis, bahwa Syariah Islam bisa diterapkan sepenuhnya di nusantara.
“NKRI bisa bersyariah, hukum Allah terbagi 4 ahkamullah, almuta’alliqo bilfarid, Bil wutsqo, Bil Mujtama’ dan Bil Daulah. Dari keempat hukum Allah itu, tiga di antaranya telah diterapkan. Artinya 75 persen hukum Allah telah diterapkan di negeri ini. Sedangkan Ahkamullah Muta’alliq bil daulah masih membutuhkan kekuatan negara. Ini masih perlu perjuangan,” paparnya menjawab seorang penanya yang meragukan pernyataan Rizieq soal NKRI yang telah bersyariah. Tiga kategori hukum Islam yang telah diterapkan di Indonesia tersebut ialah hukum Allah yang berkaitan dengan urusan pribadi, hukum Allah terkait rumah tangga, dan hukum Allah terkait sosial (muammalah).
“Negara selama ini tak melarang melaksanakan ibadah, hukum jenis pertama ini telah berlaku di Indonesia. Yang kedua, tentang perkawinan dan sebagainya, bukan hanya tak dilarang, tapi negara telah menyediakan perangkatnya, dari Kompilasi Hukum Islam (KHI), hukum waris dan sebagainya. Hanya negara belum mewajibkan hal itu diterapkan bagi seluruh muslim, ke depan negara harus mewajibkan penerapan KHI seluruhnya. Dalam dua hal ini hukum Islam telah berlaku,” urainya. Sementara hukum Allah yang ke tiga, versi Habib Rizieq adalah hukum terkait kemasyarakatan. Dalam hal ini, menurutnya Negara juga telah menerapkannya. Yakni dengan membebaskan penerapan pendidikan Islam, mengakui madrasah dan member sertifikasi kepada alumni pesantren. Di samping itu, dalam hal ekonomi, negara juga telah memberikan keleluasaan umat Islam menerapkan ekonomi Syariah.
 “Terlepas dari bank Syariat belum sempurna seratus persen Islam, tapi negara memberi keluasan, bahkan di negeri ini ada lembaga undang-undang Arbitrase, di sini kita bisa masuk, Syariat bisa jadi bagian hukum yang menyelesaikan persoalan masyarakat. Tak perlu lagi kita berdebat di DPR semua hukum Islam ini telah berlaku,” tandasnya. Sementara tentang Daulah, atau politik dan kenegaraan Islam, menurutnya, masih membutuhkan perjuangan. “Hukum Allah yang keempat berkaitan dengan Qisas, hukum potong tangan dan rajam. Ini membutuhkan kekuatan negara. Untuk yang ke empat, belum diberlakukan, bukan tidak boleh. Jadi sesungguhnya hukum Islam telah berlaku. Di Negara Pancasila, hukum Islam telah berjalan. Soal yang ke empat, ini kewajiban kita untuk memberlakukannya. Syariat Islam telah berlaku 75 persen di NKRI,” tambahnya.

Syari’at Islam dengan Revolusi 

Ustadz Abu Jibriel yang dihadirkan sebagai pembanding dalam bedah buku tersebut menjelaskan bahwa tidak bisa diragukan lagi bahwa penegakan syari’at Islam hanya dapat dilakukan dalam bingkai negara. Ia yang mengaku sudah membaca tuntas buku Habib Rizieq tersebut sepakat jika penegakan Syariat dilakukan dengan Revolusi. Namun, menurutnya yang perlu dicatat adalah revolusi tersebut bukan revolusi berdasarkan kekufuran. “Saya sepakat pada bab terakhir yang berbicara tentang revolusi. Tapi revolusi yang bagaimna? Tentu, revolusi harus berdasarkan Islam, sebab al Qur’an telah menerangkan bagaimana cara Rasulullah menegakkan Islam, revolusi dengan al Qur’an mengeluarkan manusia dari zhulumat (kegelapan-red) menuju nur (cahaya-red),” ungkapnya.
Sebelumnya, Ustadz Abu Jibriel sempat berkelakar bahwa jika Habib Rizieq mengaku Pancasilais sejati, justru dirinya selama bertahun-tahun dizolimi pemerintahan Pancasila. “Saya berulangkali dipenjara karena menolak Pancasila, hari ini saya kaget dapat duduk bareng dengan pancasilais sejati,” ungkapnya yang disambut tawa oleh hadirin. Sambung Ustadz Abu Jibriel, kaum Muslimin dalam memerjuangkan syariat Islam perlu memegang erat al Qur’an dan Sunnah, sebab Allah sendiri telah menerangkan bahwa ada suatu kaum yang dihinakan karena meninggalkan KitabNya dan juga dimuliakan karena berpegang teguh dengan kitabNya. “Umar bin Khattab juga pernah berkata, bahwa kita dimuliakan karena Islam, barangsiapa yang mencari kemuliaan selain dengan Islam, maka ia akan dihinakan,” jelasnya mempertegas wajibnya berpegang teguh dengan Islam dalam berjuang.
 Oleh karena itu, Ia berpendapat bahwa para aktifis dakwah dan Ulama wajib mensosialisasikan kewajiban menegakkan Syariat Islam kepada masyarakat, jika umat sadar akan wajibnya penegakan syari’at Islam, hal tersebut akan pula mempercepat penegakan Syariat Islam di Indonesia. Sosialisasi syari’at Islam, lanjut Ustadz Abu Jibriel, merupakan pintu terjadinya revolusi damai, Jika revolusi tersebut dihadang maka akan terjadi jihad. “Revolusi damai akan menjadi revolusi berdarah-darah. Jika umat sudah sadar dan meminta penegakan Syari’at Islam. Namun tetap dihalangi dengan senjata, maka tidak ada lagi menunggu dan berdiam diri. Seketika itu, juga revolusi damai harus menjadi revolusi berdarah,”tegasnya yang disambut senyum hadirin.
Ustadz Abu Jibriel sepakat bahwa sejarah pembentukan negara Indonesia adalah sejarah perjuangan umat Islam dan ulama. Namun, dalam perjalanannya penguasa Indonesia mengkhianati cita-cita umat Islam “Jadi dulu negara ini milik umat Islam, penguasanya berkhianat dan menjadi penguasa toghut,” jelasnya. Pada kesempatan itu dibahas juga soal kepemimpinan perempuan. Hal ini menurut Ustadz Abu Jibriel, Islam jelas menolak kepemimpinan perempuan, selama masih ada laki-laki.
“Pemimpin perempuan dalam NKRI Syariah, kita merujuk pada Surat Annisa: 24, bahwa lelaki adalah pemimpin wanita, ini aturan Allah Swt, bolehkan wanita jadi pemimpin?, boleh kalau tak ada lelaki,” ujarnya. Ia juga optimistis bahwa Syariat Islam bakal berlaku di negeri ini. ‘Kita tak usah pusing, dakwahlah terus, nanti Allah yang akan menolong. Kita hanya bekerja, kapan tegaknya sesuai pengorbanan kita. Jangan kosong dakwah kita dengan Al-Quran dan hadist,” Pungkasnya. Selain Habib Rizieq dan Ustadz Abu Jibriel, Sekjen FUI Ustadz Muhammad Al Khaththath juga dihadirkan sebagai pembicara pada bedah buku. Pada kesempatan tersebut ia menceritakan awal dan dinamika isu NKRI Bersyariah dan latar belakangnya. Ia juga sempat memaparkan teknis menjadi relawan untuk capres Syariah.

Sumber : Arrahmah.com

Diskusi Habib Rizieq dengan Perwira TNI AD Soal Negara Demokrasi

Suatu ketika datanglah sejumlah perwira menengah dari Pusat Teritorial TNI Angkatan Darat ke Markaz FPI di Jalan Petamburan, Jakarta Pusat. Dipimpin oleh seorang komandannya berpangkat Kolonel, mereka diterima oleh Ketua Umum FPI Habib Rizieq Syihab yang ditemani Ketua DPP FPI Bidang Nahi Munkar, Munarman.

Salah satu topik pembicaraan mereka adalah soal demokrasi. Kepada Habib Rizieq, perwakilan perwira menengah itu berbicara, "Habib, kita bersyukur negara kita ini adalah negara demokrasi". Mendengar ungkapan itu Habib Rizieq kemudian bertanya, "Dari mana dasarnya Anda mengatakan bahwa negara ini adalah demokrasi?". Lalu perwira itu menjawab sila keempat Pancasila adalah dasar demokrasi di Indonesia.

Habib Rizieq kemudian meminta agar para perwira itu membaca sila keempat Pancasila. Dibacalah, "Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Kemudian, Habib Rizieq bertanya, "Anda yakin ini adalah dasar untuk demokrasi berlaku di Indonesia?". Perwira itu menjawab, "Ya, saya yakin ini adalah landasan idiil, lebih tinggi dari landasan konstitusionil."

Kemudian, dibacalah lagi sila keempat Pancasila itu. ""Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan". Habib Rizieq bertanya, "Itu kan permusyawaratan, lalu perdemokrasiannya di mana?".

Mendengar pertanyaan ini, para perwira TNI AD itu bingung. Mereka kemudian bertanya perbedaan musyawarah dengan demokrasi.

"Pertanyaan inilah yang saya tunggu," kata Habib Rizieq menceritakan dialognya dengan sejumlah perwira TNI dalam peluncuran buku "Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah", di Istora, Senayan, Jakarta, Kamis sore (7/3/2013) lalu. Habib Rizieq tak menyebut nama perwira yang datang ke markaznya itu.

Menurut Habib Rizieq, musyawarah berbeda dengan demokrasi. Di dalam Islam, musyawarah (syuro) adalah perintah Allah Swt yang termaktub dalam Al-Quran, “wasyawirhum fil amri” dan “wa amruhum syuro baynahum”. Bahkan tradisi syuro menjadi identitas seorang mukmin. Sebaliknya, tidak ada perintah Allah dalam Al-Quran yang menyuruh umat Islam untuk berdemokrasi.

Dalam pelaksanaannya, musyawarah tidak boleh membicarakan hal-hal yang telah ditetapkan hukumnya oleh Allah SWT. Musyawarah hanya membincangkan hal-hal yang bersifat teknis dan mubah saja. Sementara dalam demokrasi, semua hal bisa dibicarakan dan diambil voting. Hukum halal bisa berubah menjadi haram, sementara haram bisa menjadi halal. Permufakatan di dalam musyawarah tidak mungkin menghasilkan kemaksiyatan, sementara dalam demokrasi melalui mekanisme voting bisa menghasilkan permufakatan kemaksiyatan.

Jika ada kesamaan antara musyawarah dengan demokrasi, harus dipahami bahwa ada kesamaan bukan berarti sama. Perintah musyawarah turun melalui Al-Quran pada abad ketujuh pada masa Rasulullah, sementara konsep demokrasi dirumuskan pada abad pertengahan setelah revolusi Perancis di awal abad 19. Ada rentang waktu 12 abad.

"Kalau ada yang mensontek, tentu saja yang belakangan mensontek pendahulunya," kata Habib

Habib Rizieq menegaskan yang terjadi saat ini adalah perang terminologi. Kaum sekuler mengklaim NKRI adalah negara demokrasi. "Jika hal ini diterima, akibatnya sangat fatal," lanjutnya.

Jika umat Islam menyetujui negara ini adalah negara demokrasi, maka kaum sekuler dengan mudah akan mengatakan yang menginginkan syariat Islam harus keluar dari NKRI. Padahal, logika ini bisa dibalik. Jika dikatakan bahwa negara ini adalah negara musyawarah, dengan dasar Ketuhanan Yang Maha Esa, maka siapapun yang menolak hukum Tuhan Yang Maha Esa harus keluar dari NKRI.

Penjelasan Habib Rizieq inilah yang akhirnya pada akhir diskusinya membuat delegasi Puster TNI AD bersepakat dengan FPI. “Kami dari Puster, setuju dengan FPI. Indonesia adalah negara musyawarah bukan negara demokrasi,” pungkas Habib menirukan ucapa perwira itu.


Sumber : Suara-Islam.com

Selasa, 05 Maret 2013

Pantaskah Mereka mengaku beriman jika masih percaya dgn kabar orang munafik.?

Sejak kasus penyerangan Delegasi Front Pembela Islam (FPI) pimpinan FPI pusat di Palangkaraya oleh gerombolan rasisme fasisme anarkisme yang diduga kuat binaan Gubernur Kalimantan Tengah (Kalteng), Teras Narang yang mengatasnamakan suku Dayak, terlihat pro dan kontra dari kalangan masyarakat Indonesia yang notabene mayoritas Muslim. FPI menjadi headline di media-media. Ada yang cinta ada yang benci. Ada yang membela ada yang menuntut pembubaran. Karena sinisme terhadap FPI, banyak pemberitaan yang dilakukan sebagian media menjadi tidak obyektif, kecuali media Islam. Beberapa media sekuler-liberal menyajikan pemberitaan yang menyajikan seakan-akan citra FPI sangat buruk. Pemberitaan yang memojokkan FPI dari media-media massa sekuler-liberal bisa semakin mengacaukan pemikiran dan opini masyarakat awam (yang tidak mengenal FPI dan cenderung kepada media sekuler-liberal). Opini yang diusung di media-media sekuler-liberal mayoritas memuat opini dari kalangan Playboy, pelacur, koruptor, pengusaha diskotik, oknum polisi, pendeta, homo dan lesbi, liberal, dan pasukan iblis lainnya. Herannya masih banyak juga orang yang mengaku Muslim tapi percaya akan pemberitaan yang membuat citra negatif bagi saudara-saudara di FPI. Dalam hal ini, siapapun yang mengaku Muslim tidak seharusnya menelan mentah-mentah kabar dari orang fasiq yang menjelek-jelekkan saudara Muslim tanpa bukti yang benar. Habib Muhammad Rizieq Syihab, ketua umum FPI, mengatakan bahwa beliau heran jika ada ikhwan yang mengaku Muslim tetapi masih percaya berita-berita sampah, “Saya HERAN jika ada OKNUM IKHWAN mengaku beriman, tapi masih mau percaya BERITA SAMPAH, seperti : 1. PLAYBOY & PELACUR bilang FPI minta duit, dia percaya. 2. KORUPTOR bilang FPI memeras, dia percaya. 3. PEMILIK DISKOTIK bilang FPI minta setoran, dia percaya. 4. OKNUM POLISI bilang FPI kalau menggerebek sekalian mencuri uang & HP bahkan mengambil MIRAS juga, dia percaya. 5. WIKILEAK bilang FPI anjing piaraan Polisi, dia percaya. 6. PENDETA bilang FPI menteror umat Kristen, dia percaya. 7. MEDIA bilang FPI radikal dan anarkis, dia percaya. 8. HOMO & LESBI bilang FPI jahat, dia percaya. 9. LIBERAL bilang FPI bentukan Tentara, dia percaya. 10. IBLIS bilang FPI sesat, dia percaya juga. Berimankah orang macam itu ???!!!,” tegas Habib Rizieq. Seseorang Muslim seharusnya pantang menilai Muslim lainnya hanya dari media atau hanya “katanya katanya”. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (QS. Al-Hujuurat: 6).

Deklarasi FPI Se-Provinsi Banten

Ribuan orang dari Front Pembela Islam (FPI) menghadiri deklarasi kepengurusan FPI se-Banten di Alun-alun Kota Pandeglang, Selasa (26/2). Pengukuhan pengurus FPI di Banten, dipimpin Ketua Umum FPI, Habieb Rizieq Shihab beserta seluruh jajaran pengurus DPP-FPI Pusat.

Di hadapan ribuan orang dan pengurus FPI, Habieb Rizieq Shihab berharap, dengan dideklarasikannya kepengurusan FPI Banten bisa lebih meningkatkan ukhuwah islamiyah umat Islam di Banten, khususnya sesama pengurus.
Kepengurusan FPI Banten ini juga diharapkan bisa menjadi corong perjuangan organisasi melaksanakan dakwah serta memerangi kemaksiatan, kemudaratan, dan aliran sesat.

“Saya juga mengajak seluruh umat Islam di Banten untuk lebih meningkatkan keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT,” kata Habieb.
Jatuh bangun
Habieb mengatakan, dalam perjalanannya FPI yang kini sudah memasuki usia 15 tahun tentu saja tidak selalu mulus. FPI banyak menjalani jatuh bangun, terutama dalam melaksanakan tujuan utama organisasi melakukan syiar agama Islam atau dakwah.

“FPI dalam berdakwah tidak selalu berjalan mulus, FPI kerap mendapatkan intimidasi, terror, dan macam-macam bentuk lainnya. Bahkan, FPI tidak jarang diserang pembusukan dengan cara pembunuhan karakter, FPI di tuduh sebagai ormas yang ekstrem atau berhaluan garis keras, anti-NKRI, anti-Pancasila, teroris dan bahkan FPI diisukan akan mendirikan negara baru,” katanya.

Untuk itu, kata Habieb, menyampaikan kepada seluruh massa, pengurus FPI, dan masyarakat sampai saat ini FPI tidak pernah anti-Pancasila. Apalagi, menolak Pancasila sebagai ideologi negara Indoensia.
Ia menuturkan, FPI juga secara tegas menolak keberadaan Ahmadiyah di Indonesia. Pasalnya, ajaran Ahmadiyah itu selain secara jelas bertentangan dengan syariat Islam juga Pancasila. Dengan demikian, Ahmadiyah tidak harus tumbuh di Indonesia.

FPI Tak Perlu Jadi Partai Politik atau Bentuk Partai Politik


Menarik membedah buku “Wawasan Kebangsaan: Menuju NKRI Bersyariah”, karya Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab. Wacana tentang rekomendasi pengkajian pendirian Partai Islam dibawah control FPI yang muncul dari Hasil Munas II FPI di Bogor pada 9-11 Desember 2008 lalu, sempat menjadi bahan perbincangan hangat di berbagai media. Ketika itu Habib Rizieq mengatakan, “…Mereka (masyarakat muslim awam) kecewa terhadap partai Islam yang ada, karena merasa dikhianati…lalu lahirlah rekomendasi tentang Kajian Pendirian Partai Islam sendiri sebagai wadah aspirasi bagi segenap aktivis FPI dan keluarganya, termasuk untuk simpatisan FPI di seluruh pelosok Indonsia. Partai yang mereka harapkan adalah Partai Islam yang memiliki ruh revolusi Islam, yang melaksanakan Politik Syariat, bukan politik kepentingan, yang tujuannya hanya ridho Allah Swt semata, sehingga urusan dipilih tidak dipilih dan menang kalah bukan agenda penting lagi…” Jadi kesimpulannya, bukan FPI jadi partai sebagaimana diberitakan sejumlah media, melainkan FPI berencana membentuk partai. Dalam buku itu juga ditampilkan sejumlah tokoh, dari mulai tokoh politik, pengamat politik, hingga aktivis liberal. Ada pro-kontra dalam menyikapi FPI jadi parpol. Semua kritik dan saran tersebut diterima dengan baik oleh FPI, selama argumentatif. FPI Tidak Boleh Jadi Partai Setelah memperhatikan semua pernyataan Pro dan Kontra terhadap wacana Partai FPI, Habib Rizieq Syihab selaku pendiri dan Ketua Umum FPI, menegaskan: “Tidak, FPI tidak boleh jadi partai, dan insya Allah tidak akan pernah jadi pertain. Itu adalah amanat Pendiri FPI saat dideklarasikan pada 17 Agustus 1998. Namun, sesuai AD/ART organisasi, tidak menutup kemungkinan FPI mendirikan partai sebagai saluran aspirasi umat Islam yang ingin menegakkan syariat Islam secara kaaffah. Itulah yang direkomendasikan Munas II FPI yang berlangsung pada 9-11 Desember 2008 yang lalu.” Rekomendasi Munas II FPI tentang kajian pendirian partai semula menjadi pro-kontra dalam internal organisasi, namun setelah menjadi Ketetapan Munas, maka suka tidak suka semua aktivis FPI mesti tunduk kepada hasil Munas, karena karakter dan tradisi di FPI selalu menjunjung tinggi Musyawarah untuk mufakat. Rekomendasi tersebut ditanggapi beragam oleh kalangan politisi nasional maupun pengamat, ada yang menyambut positif, tapi tidak sedikit yang sinis. Selama ini, sikap politik FPI jelas, seperti ditulis Habib Rizieq, yaitu mendukung sepenuhnya semua Partai islam, dan dalam setiap pemilu hanya menyalurkan suara ke Partai Islam. Lalu, kenapa kini FPI ingin mendirikan partai sendiri? “Saya melihat, fenomena pendirian partai bagi FPI, merupakan akumulatif kekecewaan kawan-kawan FPI di berbagai daerah terhadap kinerja Partai-partai Islam selama ini.” Yang menjadi pertanyaan besar adalah mampu dan siapkah FPI membentuk partai politik? Siapkah aktivis FPI menerima wacana ini? Siapkah aktivis FPI menghadapi godaan-godaan politik yang bisa menjerumuskan? Apakah aktivis FPI mewarnai system yang ada atau justru diwarnai? Masih banyak lagi yang perlu dikaji. Kalau saja FPI membentuk partai politik, apa kata dunia?

5 Game yang Tanpa Disadari Telah Menghina Islam

Game adalah salah satu hiburan yang sangat digemari orang, apalagi oleh remaja dan anak-anak. Tapi tanpa kita sadari lewat permainan game tersebut. Kita telah di jajah dalam hal waktu yang bisa membuat kita lupa sholat, dijajah dalam hal keimanan melalui game.

Para pembuat game secara tidak langsung menghipnotis kita agar kita tertarik dengan apa yang kita mainkan, dan lama-kelamaan kita menggilainya. Bahkan merasa bahwa apa yang dimainkan tersebut adalah nyata.
Berikut ini ada beberapa game yang mungkin secara sengaja atau tidak telah menghina islam. Saya sangat prihatin dengan game-game keren ini, yang disukai terutama oleh remaja dan anak-anak.

1. Devil May Cry 3
Secara garis besar, game ini menceritakan seseorang yang bertugas untuk menentang setan, dan caranya adalah dengan memasuki sarang setan yang terdiri dari 12 pintu. Dan mari kita lihat unsur penghinaanya.
Anda bisa melihat pintu tersebut adalah jalan menuju alam setan. Pertama kali melihat pintunya, pasti kita merasa biasa saja, memang sekilas tidak ada yang aneh. Namun setelah dibandingkan dengan gambar yang berikut ini:
Apakah Anda tahu? Gambar di atas adalah Pintu Ka’bah. Nah, pintu pada game tadi dibuat persis menyerupai pintu Ka’bah. Maksudnya apa? Tidak lain dan tidak bukan adalah dengan maksud menghina umat Islam, karena tanpa disadari kita telah menyembah sarang setan (Ka’bah). Mari kita telusuri lagi.
Gambar yang dilingkari tersebut adalah lafadz Allah. Bagaimana menurut Anda?
2. Clive Barker Undying
Game ini juga mengisahkan perlawanan terhadap setan, dan letak penghinaanya adalah di saat memasuki istana setan. Terdapat lafadz Allah di dindingnya seperti gambar berikut:
3. Prince of Persia
Game yang berlatar tempat di Persia atau sekarang yang merupakan kawasan Iran, Irak, Mesir ini secara keseluruhan memang bertemakan Islam.
Seorang pangeran yang ceritanya membalas dendam ini memang dengan kasat mata tidak ada unsur penghinaanya terhadap Islam. Tapi setelah di selidiki.. unsur penghinaanya adalah sebagai berikut:
Anda bisa lihat pedangnya pangeran Dastan yang bertuliskan Arab yang artinya, “Sebarkanlah ajaranku walau satu ayat pun.” (Sabda Rasulullah SAW).
Lantas dimana unsur penghinaanya? Di dalam game ini pangeran membunuh siapa saja yang menghalanginya dan membunuh prajurit-prajurit Persia.
Tahukah Anda bahwa prajurit Persia adalah muslim. Secara tidak langsung game ini mengatakan bahwa ajaran Rasullulah yang disebarkan adalah ajaran membunuh dan mengatakan bahwa umat Islam adalah kaum barbar.
4. Guitar Hero 3
Langsung saja, mari lihat gambar berikut ini:
Dengan jelas terpampang di lantai panggung dan di injak-injak dan coba lihat latar belakang panggung yang merupakan setan semua.
5. Resident Evil 4
Game ini diceritakan seorang yang bertugas mengemban misi menyelamatkan dunia dari ancaman zombie (mayat hidup). Unsur penghinaanya sebenarnya sudah ada sejak pertama kali main, tapi yang sangat jelas pada saat Leon memasuki sarang Zombie.
Pintu tersebut terdapat simbol Iluminati dan pintu tersebut dibuat persis dengan pintu Omar Bin Khattab, Masjid Nabawi. Mari kita lihat:
Lambang Asli Iluminati pada pintu tersebut:
Di bawah ini adalah pintu Umar Bin Khattab:
Gabungan dan Unsur penghinaannya adalah :
Gambar kaligrafi dari pintu Omar bin Khattab dibuat sama persis tanpa diubah. Tulisan Kaligrafi yang Berlafadz Nabi Muhammad dan di tindih dengan lambang iluminati. Jadi maksud dari penghinaan ini adalah kita semua umat islam pengikut nabi Muhammad SAW di gambarkan ibarat zombie yang wajib di musnahkan dari muka bumi.
Itu tadi penelusuran tentang Game yang Menghina Islam. Mari kita musnahkan game tersebut dengan cara tidak memainkannya. Saya harap setelah Anda membaca artikel ini. Anda memberitahukan kepada teman-teman yang lain yang mungkin belum tahu.
Sebenarnya hampir semua game dan bahkan film kartun memiliki unsur yang sedikit menyinggung Islam dan ada unsur satanicnya. Saran dari saya, marilah kita menggunakan waktu dengan hal yang lebih berguna dan jangan berlebihan.