Kamis, 06 Juni 2013

Habib Muhammad : FPI Membela Warga yang di zalimi pengusaha Alam Sutra.


Ribuan massa ormas Front Pembela Islam (FPI) bentrok dengan satpam, preman, ormas bayaran serta orang berbadan tegap dari pengembang elit Alam Sutera, Serpong, Kota Tangsel. Bentrokan dipicu oleh sengketa lahan Alam Sutera di Kampung Paku Alam, Kecamatan Serpong, Tangsel.

Bentrokan terjadi sore tadi, Ribuan masa FPI yang hendak mempertahankan tanah milik warga seluas 2,5 hektar, yang diserobot oleh pengembang Alam Sutera.

Awalnya polisi yang dibantu puluhan satpam Alam Sutera hendak membubarkan masa, namun mereka mendapat perlawanan. Kedua kubu pun saling lempar batu hingga bentrokan terjadi. Polisi juga beberapa kali menembakkan gas air mata.

Ketua FPI Kabupaten Tangerang Habib Muh mengatakan, pihaknya ingin membela warga pemilik tanah yang diserobot pihak Alam Sutera. Menurutnya, pemilik tanah punya sertifikat dan tidak pernah dijual, namun tiba-tiba saja dibangun oleh pengembang.

"Kita turun untuk membantu warga yang dizalimi pengusaha Alam Sutera. Mereka tidak punya modal, jadi tidak bisa menyewa pengacara. Kita minta sengketa tanah diurus secara adil melalui jalur hukum," katanya.

Habib Muh juga tidak ingin bentrokan terjadi dan menyelesaikan permasalahan dengan cara baik-baik, Namun dia Alam Sutera menggunakan cara premanisme.

"Mereka dibekingi preman, jadi kita lawan, Kalau tidak diselesaikan secara hukum, kita akan kerahkan masa lebih besar lagi sekitar 5000 orang," tandasnya.

Ribuan masa ini sempat membubarkan diri setelah berunding dengan polisi, Namun bentrokan kembali terjadi Sementara enam anggota ormas FPI masih diamankan polisi.

Posting : R.E

Moch Yusup: Pemkab Tangerang Harus Tindaklanjuti Surat FPI

Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tangerang diminta segera menindaklanjuti surat Front Pembela Islam (FPI) untuk menutup seluruh tempat hiburan malam (karaoke) dan panti pijat plus-plus yang tersebar di kawasan perumahan Citra Raya, Kecamatan Cikupa.

Pasalnya, lokasi karaoke dan panti pijat plus-plus yang sejak lama beroperasi di wilayah itu, cukup meresahkan warga sekitar.

"Saya sangat mendukung tempat-tempat maksiat itu ditutup. Bila perlu ijin usahanya juga dicabut," ungkap anggota Komisi I DPRD Kabupaten Tangerang, Moch. Yusup.
Yusup menambahkan, Pemkab Tangerang melalui Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait yang menangani permasalahan tersebut, seyogyanya tak perlu lagi menunggu perintah Bupati untuk melakukan penutupan tempat hiburan malam itu.

Pasalnya, didalam Surat Keputusan (SK) yang diberikan Bupati pada saat mereka diberi tugas menjabat kepala SKPD, tentunya sudah tertuang semua baik perintah maupun larangan.

"Ketika, ditemukan pelanggaran, langsung saja ambil sikap. Karena, tugas pokok dan fungsi mereka sebagai pengawal perda sudah melekat," kata politisi Partai Gerindra ini lagi.

Diakui Yusup, setiap melakukan rapat dengan SKPD terkait seperti Satpol PP dan Badan Pelayanan Perijinan Terpadu (BP2T) setempat, pihaknya sudah berkali-kali menyarankan agar menutup semua tempat hiburan malam yang ada di Citra Raya dan Kelapa Dua.

"Di Kelapa Dua, kami temukan ada kost-kostan yang berubah fungsi dan disulap jadi hotel. Tempat-tempat itu semestinya harus segera disikapi. Jangan diam saja," ketusnya.

Diinformasikan, DPC FPI Kecamatan Panongan bersama tokoh mayarakat, ulama dan DKM di dua wilayah yakni, Cikupa dan Panongan, telah mengumpulkan tanda tangan persetujuan penutupan tempat hiburan malam atau karaoke plus-plus dan panti pijat yang menjamur di kawasan Citra Raya dan sekitarnya.

Dukungan berupa surat desakan itu, dilayangkan organisasi masyarakat yang intens menangani kemaksiatan tersebut kepada Bupati Ismet Iskandar.

FPI memberikan deadline waktu selama satu bulan sejak surat itu dikirimkan. Mereka, mengancam jika dalam masa sebulan tempat hiburan malam atau Karaoke dan panti pijat tidak ditutup juga, maka mereka akan mengambil tindakan sepihak atau menutup sendiri tempat maksiat tersebut.

FPI Riau Mengecam tempat hiburan mesum yang buka di malam Isra' Miraj

Front Pembela Islam (FPI) Wilayah Provinsi Riau mengecam masih beroperasinya sejumlah tempat hiburan malam berbau maksiat yang tetap beroperasi di Kota Pekanbaru di malam Isra Mi'raj.


"Malam Isra Mi'raj merupakan malam besar bagi agama Islam yang seharusnya bersih dari berbagai bentuk maksiat. Namun di Pekanbaru justru hal itu tidak dilakukan. Kami menyayangkan karena mayoritas penduduk Pekanbaru adalah muslim," kata Ketua FPI Riau, Zulhusni Domo di Pekanbaru, Kamis (6/6).

Masih tetap beroperasinya tempat-tempat hiburan malam 'berbau' maksiat di Pekanbaru terungkap saat tim Mabes Polri secara tiba-tiba menggerebek tempat hiburan malam XP Club dan lokasi perjudian, Kamis (6/6) dini hari.

XP Club merupakan tempat hiburan malam yang terletak di Jalan Sudirman, Pekanbaru, yang menyediakan hiburan musik dan ruang-ruang berkaraoke bagi pengunjungnya.

Tempat hiburan malam ini diindikasi juga sebagai lokasi transaksi seks dan kerap dijadikan sebagai arena perdagangan narkotika dan obat-obatan terlarang (narkoba).

Aparat kepolisian dari Mabes Polri dini hari tadi berhasil mengamankan 29 karyawan XP Club yang diduga merangkap profesi sebagai wanita penghibur.

Sementara pada penggerebekan lokasi perjudian di Jalan Nagka, Pekanbaru, aparat berhasil mengamankan barang bukti 120 mesin judi ketangkasan dan sejumlah pengunjung dan pengelola.

"Terhadap aparat kepolisian kami memberikan apresiasi yang besar karena melakukan pengamanan di malam yang seharusnya tidak patut ada maksiat," kata Zulhusni.

Kedepannya, kata dia, FPI mendesak agar pemerintah daerah lebih ketat lagi mengawasi sejumlah tempat hiburan malam agar tidak menyediakan fasilitas maksiat.

"Jika malam besar agama Islam saja pengelola sanggup mengoperasikan tempat hiburan malamnya dengan penyediaan maksiat, bagaimana dengan malam-malam biasa. Fenomena ini merupakan fenomena buruk bagi daerah yang 'digadang-gadangkan' identik dengan Islam," katanya.

Menurut dia, fenomena maraknya hiburan malam 'berbau' maksiat hingga tidak lagi memandang atau menghargai hari besar keagamaan merupakan pertanda bahwa bencana akan melanda daerah ini.

"Siapapun tidak ingin terkena imbas dari perbuatan sekelompok orang yang hanya memikirkan kesenangan dan hura-hura. Jika hal demikian terus dibiarkan, maka tidak menutup kemungkinan akan terjadi konflik besar," katanya.

Dia mengharapkan, pemerintah dan kepolisian lebih ketat lagi mengawasi tempat-tempat hiburan malam di Pekanbaru agar jangan sampai mendatangkan kekesalan bagi organisasi-organisasi Islam di wilayah ini.

Selasa, 04 Juni 2013

Mantan Produser TVOne Luncurkan Buku "Kezaliman Media Massa terhadap Umat Islam"

“Revolusi media tidak akan pernah terjadi di media arus utama. Mereka lebih sibuk dengan popularitas, rating dan uang. Revolusi media lahir dari pinggir, dan dilakukan oleh sekelompok orang yang dianggap tidak ada. Siapakah mereka? Mereka adalah jurnalis Muslim yang senantiasa membela Agama Kebenaran, penuh dedikasi dan keikhlasan meski dihadapkan pada banyak keterbatasan..”

Demikian kalimat pembuka dalam buku yang berjudul “Kezaliman Media Massa terhadap Umat Islam” yang ditulis oleh Mohamad Fadhilah Zein, diterbitkan oleh Pustaka Al-Kautsar.

Belum lama ini, buku yang mendapat kata pengantar dari Wartawan Senior Herry Mohammad (Redaktur Pelaksana Majalah Gatra) ini, diluncurkan bersama sejumlah jurnalis muslim yang tergabung dalam Jurnalis Islam Bersatu (JITU) di Warung Teko, Poins Square, Lebak Bulus, Jakarta.

Fadhil – begitu ia disapa – adalah seorang Jurnalis televise yang paham betul tentang jagad dunia jurnalisme. Ia merasa prihatin dengan media massa di Indonesia, sengaja atau tidak, telah bertindak zalim terhadap umat Islam di republic ini. Realitas ini mendorongnya untuk menghimpun fakta dan bukti kezaliman yang dilakukan media terhadap umat Islam.

Buku yang ditulis Fadhil, lelaki kelahiran 1 April 1979 ini, menjadi pengingat bagi para jurnalis muslim agar memahami peran dan tugasnya, dan selanjutnya bekerja sesuai dengan rambu-rambu syar’i. Jika tidak, mereka akan menjadi bagian dari scenario besar yang hendak memadamkan cahaya Islam di bumi pertiwi ini, secara sadar maupun tidak.

Terdapat lima bab yang dibahas buku ini. Bab I membahas tentang Kebebasan Pers Pasca Tumbangnya Orde Baru. Bab II: Kezaliman Media Massa Dunia Terhadap Umat Islam, Bab III: Jurnalis dan Harga Sebuah Idealisme, Bab IV: Saatnya Umat Islam Melawat Lewat Media Massa, Bab V: Resolusi Umat islam di Bidang Komunikasi.

Yang menarik dalam buku ini dalam mengkritisi setiap kezaliman media  terhadap umat Islam, mulai dari pemberitaan terorisme, pemberitaan miring soal Front Pembela Islam, pemberitaan Sunni-Syiah, pemberitaan kerusuhan Ambon dan Poso, pemberitaan HKBP Ciketing Bekasi dan Gereja Yasmin.

Kezaliman media massa dunia terhadap umat islam juga disinggung dalam buku ini, mulai dari kezaliman media memberitakan Perang Irak, kezaliman media dalam pemberitaan 11 September 2001, dan sebagainya.

Fadhil menegaskan, meskipun umat islam mayoritas di negeri ini, namun tidak memiliki kekuatan untuk membangun opini public yang positif tentang dirinya sendiri. Jika kita telaah dan telusuri, begitu banyak pemberitaan yang menyudutkan Islam.

Saat menulis buku ini, Fadhil masih bekerja sebagai News Produser TVOne yang selama ini zalim terhadap umat islam, terutama pemberitaan seputar terorisme. Perang batin yang dirasakan Fadhil atas kebijakan redaksi, tempat ia bekerja sebelumnya, menjatuhkan pilihannya untuk hengkang  dari TV One. Karena sudah tidak ada lagi kecocokan.

Dalam bukunya, Fadhil menulis: "Pada level global, beberapa jurnalis kawakan pun memilih keluar dari tempatnya bekerja, karena bertentangan dengan hati nurani, saat kepentingan politik praktis dan tugas jurnalistik yang mengedepankan kebenaran, bertabrakan."

Ia memberi contoh, Helene Thomas dari Heart Newspaper, mengundurkan diri dari posisinya sebagai jurnalis senior di Gedung Putih. Dia dikecam oleh Pemerintah George W. Bush karena mengkritik Israel dan kebijakan politik luar negeri AS yang mengivansi Irak dan Afghanistan.

Adapula Yvonne Ridley, jurnalis Inggris yang pernah disekap Taliban, saat melakukan tugas jurnalistik pada tahun 2002. Dia kemudian masuk Islam dan melakukan kampanye Islam ke seluruh dunia. Bahkan bersama sejumlah koleganya, jurnalis muslimah yang kini berjilbab ini membangun Islamic Channel. Sepertinya Fadhilah Zein terinspirasi dengan jurnalis Barat yang kini sadar dengan kezaliman media massa dunia terhadap umat islam. Buku yang ditulisnya adalah sebuah ilmu, gagasan dan pengalaman yang sangat berharga bagi jurnalis muslim dimanapun berada.

Media sekuler ramai-ramai menebar fitnah terhadap FPI

Entah apa yang melatarbelakangi beberapa media yang nekat BERDUSTA terhadap publik. Dalam kasus dugaan suap pengurusan Pajak PT Master Steel yang melibatkan oknum penyidik pajak di Jakarta Timur, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menghadirkan beberapa saksi. Antara lain adalah seorang yang dikenal sebagai Habib Palsu “Abdurrahman Assegaf” yang memiliki nama asli Abdul Haris Umarella asal Ambon dan dicatut media sebagai anggota FPI. Ia terakhir diketahui tinggal di Tangerang, Kompleks Witana Harja III, Pamulang Barat, Tangerang Selatan.


Sudah menjadi kewenangan KPK untuk memanggil semua pihak yang terlibat dalam suatu kasus. Namun sangat disayangkan saat pemanggilan Habib PALSU ini, hampir seluruh media online bersemangat memberikan STEMPEL anggota FPI pada sosok ini. Lebih aneh lagi, label abal-abal “ANGGOTA FPI” dijadikan judul utama berita meskipun dalam pembahasan berita tidak didapati kaitan apa pun antara FPI dan sosok ini serta hubungannya dengan kasus suap pajak. Pencatutan nama FPI ini adalah SALAH besar, tapi media tanpa KLARIFIKASI dengan pihak FPI tetap memuat berita bahwa sosok ini adalah anggota FPI.
Tampaknya para pewarta dari berbagai media tersebut begitu bersemangat memberitakan hal negatif terkait FPI. Dengan gencarnya media online memberitakan seorang yang sama sekali belum jelas identitasnya menjadi seorang anggota/ petinggi/ kader FPI bahkan diberi label habib. Sungguh nyata bahwa pemberitaan kacangan semacam ini membuktikan bahwa MEDIA-MEDIA di Indonesia tidak kredibel dan belum bisa diandalkan dalam akurasi berita. Pemelintiran media semacam ini berulang kali dialamatkan kepada FPI. Bandingkan dengan banyaknya aktifitas sosial FPI baik disengaja atau tidak, luput dari pemeritaan media.
Terkait pencatutan nama FPI dalam pemberitaan ini, Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab meluruskan pemelintiran berita ecek-ecek yang kembali berusaha menyudutkan FPI. Menurut Habib Rizieq, Abdurrahman Assegaf yang dipanggil KPK bukanlah seorang habib, bukan pula anggota FPI. Habaib dan FPI tidak bertanggung-jawab atas semua tindak tanduk Habib palsu tersebut baik yang telah lalu maupun yang akan datang. “Abdul Haris Umarella bukan HABIB dan bukan ANGGOTA FPI. Dia berasal dari Ambon dan suka ngaku-ngaku Habib. Habaib dan FPI tidak bertanggung-jawab atas semua sepak terjangnya”, kata Habib Rizieq kepada redaktur fpi.or.id, Selasa 18 Rajab 1432 H/ 28 Mei 2013 M.
Berikut ini adalah JUDUL-JUDUL pemberitaan BOHONG dari media pencatut nama Front Pembela Islam (FPI), yang sangat antusias dan gegap gempita mengaitkan FPI dalam kasus suap pajak:
INILAH.COM = Suap Pajak PT MS, KPK Periksa Anggota FPI
RAKYATMERDEKAONLINE.COM = Anggota FPI Jadi Saksi Suap Penyidik KPK
MERDEKA.COM = Kasus pajak Master, KPK periksa anggota FPI Habib Abdurrachman
OKEZONE.COM = KPK Periksa Anggota FPI Terkait Suap Pajak
KORANINDONESIA.COM = KPK Periksa Anggota FPI Terkait Suap Pajak
KANTOR BERITA WMC = Anggota FPI Diperiksa KPK Terkait Suap Pajak
AKTUAL.CO = Ada Kader FPI yang Diperiksa KPK Terkait Suap Pajak
PESATNEWS.COM = KPK Periksa Petinggi FPI
PLASA.MSN.COM = KPK Periksa Anggota FPI Terkait Suap Pajak
CENTROONE.COM = Anggota FPI Diperiksa untuk Kasus Pajak PT Master Steel
BBC.WEB.ID = KPK Periksa Anggota FPI Terkait Suap Pajak
Seharusnya media-media yang tergolong besar ini menjaga citra sebagai penghantar informasi yang baik, jujur, adil dan akurat, bukan malah menjadi corong sebuah kepentingan golongan atau pihak tertentu. Bagaimana akhlak bangsa bisa membaik, jika personel media tidak mampu menghadirkan informasi kredibel, hingga masyarakat bisa lebih cerdas dan terbuka wawasannya. Janganlah gegap gempita dan bangga menjadi media pembawa berita FABRIKASI apalagi berita asal jadi. 
Posting : R.E

Habib Palsu Umarela yang Diperiksa KPK Bukan Anggota FPI

Front Pembela Islam (FPI) merasa perlu untuk mengklarifikasi berita bohong seputar pencatutan nama FPI dalam kasus pemeriksaan seorang habib palsu bernama Abdurahman Assegaf oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Hal ini karena sejumlah media massa, tanpa melakukan konfirmasi langsung menyiarkan bahwa sang habib palsu adalah anggota FPI.


“Abdul Haris Umarella bukan habib dan bukan anggota FPI. Dia berasal dari Ambon dan suka ngaku-ngaku Habib. Habaib dan FPI tidak bertanggung-jawab atas semua sepak terjangnya”, kata Ketua Umum FPI Habib Rizieq Syihab yang dimuat dalam situs resmi FPI, Selasa (28/5/2013).

Klarifikasi Habib Rizieq ini terkait pencatutan nama FPI oleh sejumlah media massa dalam pemberitaan kasus suap pajak PT Master Steel yang melibatkan Umarela alias Abdurrahman Assegaf.

Habib Rizieq menceritakan bahwa Abdul Haris Umarela ketika datang ke Jakarta awalnya mengaku bernama Habib Abdul Harits bin Syeikh Abu Bakar, lalu tiba-tiba berubah menjadi Habib Abdurrahman Assegaf. Menurut Habib Rizieq, Umarela sering mengaku sebagai habib, bahkan sering mengaku sebagai Sekjen FPI.

Umarela pun sudah diberi peringatan beberapa kali oleh DPD FPI DKI, termasuk oleh DPP FPI Jakarta. Sebab Haris Umarela kerap tampil membawa nama habib namun membela preman dan artis porno serta sepak terjangnya sering bertentangan dengan perjuangan FPI. Pihak FPI mengancam akan mengambil langkah yang lebih tegas terhadap Haris Umarela.

“Dia sudah diberi peringatan beberapa kali oleh DPD FPI Jakarta, bahkan oleh DPP FPI. Dan sering tampil kontroversial dengan membela preman dan artis porno. Ke depan FPI akan mengambil langkah yang lebih tegas lagi terhadap habib palsu yang suka mengaku sebagai pengurus FPI ini, karena perilakunya merugikan nama baik habaib dan FPI. Bahkan sudah lama berita beredar tentang sejumlah kemaksiatan yang dilakukan habib gadungan ini, seperti praktik perdukunan dan penipuan”, tegas Habib Rizieq.

FPI telah mengumpulkan berita-berita yang terkait dengan Umarela dan kasus pajak. Dalam judul berita tersebut rata-rata mencantumkan FPI sebagai organisasi yang menaungi si habib palsu Umarela.

Suara-Islam.com
Posting : R.E

Ustadz Ba'asyir: Statesman Award Karena SBY Berjasa pada Orang Kafir


Meski dalam kondisi pemulihan pasca musibah keracunan yang menimpanya, KH. Abu Bakar Ba’asyir kembali menyampaikan kritik keras kepada Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono.

KH. Abu Bakar Ba’asyir sudah mendengar bahwa Presiden SBY akan menerima penghargaan “World Statesman Award” dari The Appeal of Conscience Foundation (ACF) yang didirikan oleh Rabi Yahudi, Arthur Schneier.

Menurut ustadz Ba’asyir -sapaan akrabnya- pemberian penghargaan tersebut lantaran Presiden SBY telah berjasa pada orang-orang kafir.

“Sebenarnya orang-orang kafir memberi penghargaan kepada SBY bukan diukur jasa SBY kepada rakyat Indonesia, tapi diukur jasa SBY kepada orang-orang kafir AS, Inggris, Australia dan lain-lain. Sebenarnya SBY sangat besar jasanya kepada mereka baik di bidang politik maupun ekonomi,” kata ustadz Abu Bakar Ba’asyir, saat dibesuk di sel Super Maximum Security LP Pasir Putih, Nusakambangan, Cilacap, pada Kamis (30/5/2013).

Ia menjelaskan, diantara kelayakan Presiden SBY menerima penghargaan Statesman Award lantaran sikap toleransnyai yang sesuai keinginan Barat.

Memang, faktanya di Indonesia sendiri berbagai macam aliran sesat seperti Syiah, Ahmadiyah, JIL dan lainnya masih langgeng lantaran jasa SBY.

“Musuh-musuh Islam yang sangat merusak Islam seperti Syiah, Ahmadiyah, JIL dan lain-lain tidak dibubarkan oleh SBY karena demi memenuhi permintaan AS dan Inggris, meskipun kaum muslimin menuntut dengan keras tapi tuntutan kaum muslimin di abaikan demi memenuhi permintaan orang-orang kafir. Maka orang-orang kafir berterima kasih kepada SBY lalu diberi penghargaan tersebut,” jelas ulama sepuh yang kini menjalani vonis zalim 15 tahun penjara tersebut.

Ustadz Ba’asyir juga membantah pernyataan SBY bahwa penghargaan itu diberikan untuk bangsa Indonesia.

“Jadi latar belakang penghargaan orang kafir kepada SBY karena jasanya kepada mereka bukan kepada bangsa Indonesia,” pungkasnya.

Voa-Islam.com
Posting : R.E