Rabu, 13 Maret 2013

Habib Rizieq: Penafsiran Pancasila Tergantung Perawatnya

Bicara soal Pencasila memang penuh pertarungan. Ada kelompok yang memitoskannya, menganggapnya sebagai "agama" sekaligus dihadap-hadapkan dengan agama. Ini terjadi pada zaman orde baru.

Sementara ada kelompok lain yang bereaksi. Mereka menganggap Pancasila sebagai thagut, kufur, musyrik dan bukan ajaran Islam. Reaksi ini dinilai wajar sebab orang yang menjadikan Pancasila sebagai berhala juga sangat berlebihan.

"Pancasila itu kafir atau tidak kafir, jangan terpengaruh oleh opini lawan. Jangan terpengaruh terminologi lawan. Lihat bagaiman Pancasila lahir, bagaimana isinya. Kalau isinya bertentangan dengan syariat Islam, wajib ditolak. Jika isinya tidak bertentangan dengan Islam, tidak boleh seenaknya mengkafirkan," jelas Ketua Umum Front Pembela Islam (FPI) Habib Muhammad Rizieq Syihab saat mengawali perbincangan dalam peluncuran buku "Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah" di Istora, Senayan, Jakarta, Kamis sore (7/3/2013).

Habib Rizieq lantas mengurai sila pertama dalam Pancasila, Ketuhanan Yang Maha Esa. Menurutnya, di dunia ini tidak ada agama yang mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa kecuali Islam.

"Mana ada agama di luar Islam mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa?. Umat Kristen, dengan konsep trinitasnya apa mengakui Ketuhanan Yang Maha Esa?," tanya Habib seraya menjelaskan bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa maksudnya adalah Allah Swt saja.

Tafsir sila pertama Pancasila, ungkap Habib, sebenarnya tergantung perawatnya. Tergantung rezim yang berkuasa. Pada zaman orde lama, Pancasila dirawat oleh Soekarno yang pengagum Karl Marx. Karena itu sila pertama kemudian ditafsirkan supaya bisa menerima sosialisme.

Kemudian pada zaman orde baru, Pancasila dirawat oleh Soeharto seorang penganut kejawen, yang kehidupannya penuh mistik. Soeharto menafsirkan sila pertama juga untuk menguntungkan pemahamannya. Jika di zaman Soekarno melalui Pancasila lahir Partai Komunis Indonesia (PKI), maka di zaman Soeharto lahir aliran kebatinan (kepercayaan) yang disahkan oleh TAP MPR. Padahal kebatinan tidak masuk dalam Ketuhanan Yang Maha Esa.

Kini, di era reformasi, era kebebasan, ternyata Pancasila ditafsirkan dengan selera liberal. Sebab kaum liberallah yang berkuasa. Sila pertama Pancasila ditafsirkan untuk melindungi aliran sesat.


Habib Rizieq mengingatkan, saat Insiden Monas tahun 2008 lalu, kelompok liberal membuat pengumuman di sejumlah media massa dengan mencatut Pancasila untuk melindungi aliran sesat Ahmadiyah.

"Persoalannya pada para penafsir. Berbeda lagi kalau besok Ketuhanan Yang Maha Esa itu dirawat oleh Presiden pro syariat. Tafsirnya beda saudara," ungkapnya.

Jika Pancasila dirawat oleh Presiden yang pro syariat, kata Habib, maka Ketuhanan Yang Maha Esa akan ditafsirkan bahwa kita harus tunduk kepada Tuhan Yang Maha Esa, Allah Swt. Artinya negara tidak boleh membuat hukum yang bertentangan dengan hukum Allah. Sedangkan hukum Allah adalah hukum Islam.

"Ini bisa terjadi kalau negara ini direbut umat Islam. Kalau dipimpin yang pro komunis, kejawen, liberal, Pancasila akan jadi alat politik untuk dibenturkan kepada umat Islam," tandasnya.

Sumber : Suara-Islam.com