Rabu, 13 Februari 2013

Habib Rizieq Luncurkan Buku Wawasan Kebangsaan Versi Islam

Dapur Da'i Nusantara (Da’ina) bekerjasama dengan Masjid Baiturrahman menggelar bedah buku "Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah", karya Habib Rizieq Syihab,  Ahad, 10 Pebruari 2013 di Masjid Baiturrahman, Jakarta Selatan. Buku tulisan Ketua Umum FPI  itu memang menarik untuk dikaji, karena secara terminologi dan sudut pandangnya, buku itu berbeda dengan buku-buku tentang kebangsaan, keindonesiaan, NKRI, Pancasila, demokrasi maupun UUD 1945 selama ini.

Habib Rizieq Syihab meski dalam keadaan kurang sehat, menyempatkan hadir dalam acara tersebut dan memberikan  sambutan pengantar.

”Buku ini merupakan kumpulan tulisan dan pandangan-pandangan saya tentang berbagai hal mengenai Wawasan Kebangsaan yang pernah dimuat dalam tabloid Suara Islam. Dulu saya sering berdiskusi dengan almarhum Hussein Umar (Ketua Umum Dewan Da’wah-waktu itu). Dari diskusi itu, saya ceramah tentang Liberalisme, NKRI, dan berbagai isu tentang Wawasan Kebangsaan. Atas dorongan beberapa teman-teman, seperti Pak Munarman, Pak Aru Syeif, Ustadz Al-Khaththath, ceramah saya itu kemudian dituliskan dan dimuat di Suara Islam. Sesudah itu, karena sudah cukup banyak, lantas diterbitkan menjadi buku oleh Suara Islam Pers," ungkap Habib Rizieq.

Habib kemudian berharap dari acara bedah buku ini  akan muncul ide dan pemikiran yang bisa menjadi bahan untuk menyempurnakan buku ini pada terbitan berikutnya. Seusai memberi sambutan pengantar, Habib minta maaf tidak bisa mengikuiti acara sampai selesai karena harus berobat.

Acara yang dimoderatori Ketua Umum Da’ina, Masrur Anhar itu berlanjut dengan pembahasan buku. Hadir sebagai pembahas, Syarifin Maloko, SH, MM, (mubaligh, mantan anggota DPRD Jakarta), Habib Muhsin al-Attas (Ketua DPP FPI), dan Muhammad al-Khaththath (Sekjen FUI). Hakim Mahkamah Konstitusi, Dr. Hamdan Zoelva, yang direncanakan ikut membedah buku, berhalangan hadir.

Dalam pandangan Syarifin Maloko, kehidupan di Indonesia saat ini lebih dikuasai dan didikte asing, termasuk legislasi atau pembuatan undang-undang. Syarifin mengkritik pemerintahan SBY yang banyak dilanda korupsi dan inefisiensi. Lebih menukik, Syarifin yang pernah dipenjarakan Orde Baru menyoroti kehidupan umat Islam yang terkotak. “Terutama dibidang politik, tidak kompak dan mudah diadu domba”, ujarnya.

Pembahas berikutnya Habib Muhsin Al-Attas menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah ahsil perjuangan umat Islam. “NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia) adalah ide cemerlang Mohammad Natsir melalui Mosi Integral”, ujarnya.

Habib Muhsin lantas  menguraikan sosok Habib Rizieq yang digambarkan mempunyai stamina juang luar biasa dalam memimpin Front Pembela Islam. 

“Habib Rizieq identik dengan FPI dan sebaliknya”, ujar Habib Muhsin yang juga menjadi salah satu Ketua FPI. Habib Muhsin menceritakan kemauan kuat Habib Rizieq dalam menegakkan ajaran Islam, meskipun pada masa-masa awal pendidikan Habib, pernah sekolah di SD dan SMP Bethel, Tanah Abang.

Habib Muhsin kemudian menjelaskan keterkaitan FPI dengan kehidupan politik di Indonesia. “Sampai saat ini masih menjadi kajian serius, apakah FPI akan membentuk partai politik atau tidak”, ujar Habib Muhsin. Dijelaskan, di dalam masyarakat berkembang perbedaan pendapat antara berjuang di dalam sistem atau di luar sistem.

Sementara M. Al-Khaththath (Sekjen FUI) sebagai pembahas terakhir menegaskan bahwa buku Habib Rizieq ini sangat penting dan sangat diperlukan bagi generasi muda Islam saat ini.

“Buku ini memberikan kita pandangan Islami tentang berbagai hal terkait Wawasan Kebangsaan yang selama ini didominasi pandangan-pandangan liberal. Buku ini bisa disebut Wawasan Kebangsaan Versi Islam”, ujar M. Al-Khaththath.

Sekjen FUI itu menjelaskan berbagai pertarungan nilai-nilai liberal dan Islam dalam masyarakat Indonesia saat ini. Termasuk upaya-upaya penggantian istilah-istilah bernuansa Islami. Misalnya sekarang digalakkan istilah parlemen, menggantikan MPR/DPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Rakyat).

Al-Khaththath menguraikan panjang lebar dinamika mensosialisasikan Syariat Islam  dalam kehidupan masyarakat, termasuk bagaimana mengusung Capres Syariah. ”Beberapa elemen dan ormas Islam sudah oke, seperti MMI, GARIS, tinggal menunggu yang lain menyusul,” ujarnya.

Sesusainya pemaparan pembahas, giliran peserta memberi tanggapan dan masukan. Sekitar 500-an hadirin yang memenuhi aula Masjid Baiturrahman berebut ingin menyampaikan aspirasi,  pendapat, usulan, dan masukan. Suasana terasa seru ketika peserta bersemangat  menyampaikan  pertanyaan dan harapan-harapan, yang sesekali diiringi dengan gema takbir, “Allahu Akbar”.

Acara kemudian ditutup menjelang Dzuhur. Moderator Masrur dari Da’ina menegaskan acara-acara serupa dalam kaitan sosialisasi Syariat Islam akan terus digelar di berbagai tempat di masa-masa mendatang. 




Sumber : Suara-islam.com