Dapur
Da'i Nusantara (Da’ina) bekerjasama dengan Masjid Baiturrahman
menggelar bedah buku "Wawasan Kebangsaan Menuju NKRI Bersyariah", karya
Habib Rizieq Syihab, Ahad, 10 Pebruari 2013 di Masjid Baiturrahman,
Jakarta Selatan. Buku tulisan Ketua Umum FPI itu memang menarik untuk
dikaji, karena secara terminologi dan sudut pandangnya, buku itu berbeda
dengan buku-buku tentang kebangsaan, keindonesiaan, NKRI, Pancasila,
demokrasi maupun UUD 1945 selama ini.
Habib Rizieq Syihab meski dalam keadaan kurang sehat, menyempatkan hadir
dalam acara tersebut dan memberikan sambutan pengantar.
”Buku ini merupakan kumpulan tulisan dan pandangan-pandangan saya
tentang berbagai hal mengenai Wawasan Kebangsaan yang pernah dimuat
dalam tabloid Suara Islam. Dulu saya sering berdiskusi dengan almarhum
Hussein Umar (Ketua Umum Dewan Da’wah-waktu itu). Dari diskusi itu, saya
ceramah tentang Liberalisme, NKRI, dan berbagai isu tentang Wawasan
Kebangsaan. Atas dorongan beberapa teman-teman, seperti Pak Munarman,
Pak Aru Syeif, Ustadz Al-Khaththath, ceramah saya itu kemudian
dituliskan dan dimuat di Suara Islam. Sesudah itu, karena sudah cukup
banyak, lantas diterbitkan menjadi buku oleh Suara Islam Pers," ungkap
Habib Rizieq.
Habib kemudian berharap dari acara bedah buku ini akan muncul ide dan
pemikiran yang bisa menjadi bahan untuk menyempurnakan buku ini pada
terbitan berikutnya. Seusai memberi sambutan pengantar, Habib minta maaf
tidak bisa mengikuiti acara sampai selesai karena harus berobat.
Acara yang dimoderatori Ketua Umum Da’ina, Masrur Anhar itu berlanjut
dengan pembahasan buku. Hadir sebagai pembahas, Syarifin Maloko, SH, MM,
(mubaligh, mantan anggota DPRD Jakarta), Habib Muhsin al-Attas (Ketua
DPP FPI), dan Muhammad al-Khaththath (Sekjen FUI). Hakim Mahkamah
Konstitusi, Dr. Hamdan Zoelva, yang direncanakan ikut membedah buku,
berhalangan hadir.
Dalam pandangan Syarifin Maloko, kehidupan di Indonesia saat ini lebih
dikuasai dan didikte asing, termasuk legislasi atau pembuatan
undang-undang. Syarifin mengkritik pemerintahan SBY yang banyak dilanda
korupsi dan inefisiensi. Lebih menukik, Syarifin yang pernah
dipenjarakan Orde Baru menyoroti kehidupan umat Islam yang terkotak.
“Terutama dibidang politik, tidak kompak dan mudah diadu domba”,
ujarnya.
Pembahas berikutnya Habib Muhsin Al-Attas menegaskan bahwa kemerdekaan
Indonesia adalah ahsil perjuangan umat Islam. “NKRI (Negara Kesatuan
Republik Indonesia) adalah ide cemerlang Mohammad Natsir melalui Mosi
Integral”, ujarnya.
Habib Muhsin lantas menguraikan sosok Habib Rizieq yang digambarkan
mempunyai stamina juang luar biasa dalam memimpin Front Pembela Islam.
“Habib Rizieq identik dengan FPI dan sebaliknya”, ujar Habib Muhsin yang
juga menjadi salah satu Ketua FPI. Habib Muhsin menceritakan kemauan
kuat Habib Rizieq dalam menegakkan ajaran Islam, meskipun pada masa-masa
awal pendidikan Habib, pernah sekolah di SD dan SMP Bethel, Tanah
Abang.
Habib Muhsin kemudian menjelaskan keterkaitan FPI dengan kehidupan
politik di Indonesia. “Sampai saat ini masih menjadi kajian serius,
apakah FPI akan membentuk partai politik atau tidak”, ujar Habib Muhsin.
Dijelaskan, di dalam masyarakat berkembang perbedaan pendapat antara
berjuang di dalam sistem atau di luar sistem.
Sementara M. Al-Khaththath (Sekjen FUI) sebagai pembahas terakhir
menegaskan bahwa buku Habib Rizieq ini sangat penting dan sangat
diperlukan bagi generasi muda Islam saat ini.
“Buku ini memberikan kita pandangan Islami tentang berbagai hal terkait
Wawasan Kebangsaan yang selama ini didominasi pandangan-pandangan
liberal. Buku ini bisa disebut Wawasan Kebangsaan Versi Islam”, ujar M.
Al-Khaththath.
Sekjen FUI itu menjelaskan berbagai pertarungan nilai-nilai liberal dan
Islam dalam masyarakat Indonesia saat ini. Termasuk upaya-upaya
penggantian istilah-istilah bernuansa Islami. Misalnya sekarang
digalakkan istilah parlemen, menggantikan MPR/DPR (Majelis
Permusyawaratan Rakyat, atau Dewan Perwakilan Rakyat).
Al-Khaththath menguraikan panjang lebar dinamika mensosialisasikan
Syariat Islam dalam kehidupan masyarakat, termasuk bagaimana mengusung
Capres Syariah. ”Beberapa elemen dan ormas Islam sudah oke, seperti MMI,
GARIS, tinggal menunggu yang lain menyusul,” ujarnya.
Sesusainya pemaparan pembahas, giliran peserta memberi tanggapan dan
masukan. Sekitar 500-an hadirin yang memenuhi aula Masjid Baiturrahman
berebut ingin menyampaikan aspirasi, pendapat, usulan, dan masukan.
Suasana terasa seru ketika peserta bersemangat menyampaikan pertanyaan
dan harapan-harapan, yang sesekali diiringi dengan gema takbir, “Allahu
Akbar”.
Acara kemudian ditutup menjelang Dzuhur. Moderator Masrur dari Da’ina
menegaskan acara-acara serupa dalam kaitan sosialisasi Syariat Islam
akan terus digelar di berbagai tempat di masa-masa mendatang.
Sumber : Suara-islam.com